Aktivis Vio Sari akhirnya angkat suara dan mengeluarkan pernyataan paling tegas menyoal ucapan arogan seorang kepala desa yang menantang wartawan melalui video yang viral di media sosial.
Vio menyebut pernyataan itu bukan sekadar emosional, tetapi bukti nyata ketidaktahuan oknum kades terhadap aturan yang mengatur pers di Indonesia. Ia menegaskan, seorang kepala desa—yang seharusnya menjadi teladan—tidak semestinya mengeluarkan ucapan bernada intimidatif terhadap profesi wartawan yang dilindungi oleh UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Pernyataan kepala desa itu sangat memalukan dan menunjukkan bahwa dia tidak memahami regulasi. Kalau ada wartawan yang salah, laporkan secara hukum, bukan menantang seperti preman,” tegas Vio.
Ia juga menegur keras sikap kades yang seolah membangun opini publik dengan menuding wartawan sebagai pihak yang salah tanpa bukti.
“Bawa bukti, bukan bicara besar. Pejabat publik itu harus cerdas berbicara, bukan memancing kegaduhan,” tegasnya.
Vio menambahkan, tindakan menantang wartawan dapat dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap kebebasan pers. Menurutnya, profesi wartawan bekerja untuk kepentingan publik dan bekerja berdasarkan kode etik serta undang-undang.
Setelah videonya menuai kecaman, kades tersebut diketahui telah melakukan permintaan maaf melalui video klarifikasi. Namun bagi Vio, permintaan maaf tidak menghapus fakta bahwa pejabat publik wajib menjaga integritas dan etika saat berbicara di ruang publik.
“Ini pelajaran penting. Pemimpin itu bukan hanya soal jabatan, tapi bagaimana menjaga ucapan agar tidak merendahkan profesi lain”, pungkasnya Vio Sari.














