Jabar-Indopublik.com|
Peredaran obat keras golongan G di Kota Bekasi Khususnya Wilayah Bekasi kian mengkhawatirkan.
Warung-warung yang di jadikan Tempat Transaksi Terselubung obat keras Tipe G Ilegal masih bebas beroperasi tanpa tindakan tegas dari Lurah , Kecamatan,Satpol PP, Dinas Kesehatan dan Polrestro Bekasi Kota.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar bagi Kami Selaku Kontrol Sosial mengenai komitmen pemerintah daerah dan aparat penegak hukum dalam memberantas perdagangan Bebas ilegal obat-obatan terlarang di Wilayah Hukum Bekasi S.
Hasil investigasi @Marbun News Control di lapangan mengindikasikan bahwa masifnya peredaran obat keras di Wilayah Bekasi Selatan ini terjadi akibat Dugaan adanya pembiaran yang dilakukan oleh oknum dari Bawah Seperti lingkungan, Kelurahan, Kecamatan,Pemerintah Kota Bekasi bahkan Polrestro Bekasi Kota.
Minimnya penertiban Kamtibmas di wilayah Hukum Polsek Bekasi Selatan,membuat bisnis ilegal ini tumbuh subur di berbagai tempat, seperti Warkop, Pinggir jalan,bahkan disekitaran pemukiman warga.
Dari Info Terhimpun Dugaan Modus Terselubung Perdagangan Obat Keras;
Warung-warung yang menjual obat keras ini tidak tampak mencolok.
Mereka menyamarkan aktivitasnya dengan Sistem COD,dengan Menumpang Tempat Usaha Orang Untuk menjual Obat Keras Tersebut.
Karena Tempat Mereka Tutup karena Terlalu mencolok warga,maka warung tetangga pun dijadikan tempat transaksi,agar terlihat Mencolok, namun para Penikmat Obat keras Tersebut tetap berdatangan karena Sang Pengedar lah yang mereka Cari Untuk ber transaksi jual beli obat keras tanpa resep dokter.
Fenomena ini banyak ditemukan di berbagai wilayah Sekitaran Bekasi , seperti Gerobak Es.
Para pedagang dengan leluasa menjalankan bisnis ilegal ini Diduga sudah lama,dan Terorganisir.
Apakah Pengaruh Lemahnya Pengawasan dan Penegakan Hukum;
Minimnya pengawasan dari Aparatur Pemerintah Kota Bekasi Dari RT hingga Kecamatan terhadap Pasar Bebas Peredaran Obat Keras Tipe G di jalan raya dan Pemukiman Warga adalah bukti ketidak seriusan Pemerintah dalam menyelematkan Generasi Muda bahkan membuat semakin memperburuk situasi. Tidak adanya tindakan nyata dari RT/RW ,Satpol PP, Dinas Kesehatan, kecamatan, dan kelurahan menunjukkan lemahnya penegakan Peraturan Daerah (Perda) terkait peredaran obat-obatan terlarang di Bekasi.
Pihak APH Seharusnya Sering Bersosialisasi mengenai bahaya konsumsi obat keras Yang Terjual bebas tersebut,agar masyarakat bisa paham dengan dampak dan kewaspadaan untuk anak-anaknya ataupun keluarga agar bisa jauh dari namanya penyalahgunaan Obat Keras Tersebut.
Tetap Pada kenyataannnya Masyarakat dibiarkan tanpa edukasi yang cukup mengenai risiko penyalahgunaan obat-obatan tersebut, sehingga semakin banyak orang yang terjerumus dalam penyalahgunaan.
Apakah Indikasi Koordinasi Oknum dengan Pedagang Obat Keras?
Apakah Modus yang digunakan para pedagang dalam menjalankan bisnisnya sangat rapi dan sulit dijangkau oleh hukum?
Apakah ada Dugaan, oknum Anak Kampung Situ(AKAMSI),aparatur pemerintah dan aparat penegak hukum yang melakukan koordinasi terselubung dibalik bisnis tersebut?
Karena Mereka yang seharusnya menegakkan hukum justru terindikasi membiarkan bahkan melindungi peredaran obat keras demi kepentingan pribadi.
Situasi ini menjadi tantangan besar bagi Pemerintah Kota Bekasi dan Polrestro Bekasi Kota.
Jika tidak ada tindakan konkret, peredaran obat keras akan semakin meluas dan mengancam generasi muda.
Diperlukan langkah tegas dan sistematis untuk menghentikan bisnis ilegal ini, termasuk menindak tegas oknum yang terlibat dalam praktik pembiaran tersebut.
Mendesak: Aksi Nyata Pemerintah dan Aparat Hukum;
Masyarakat menuntut Pemkot Bekasi dan Polrestro Bekasi Kota untuk segera bertindak.
Kelurahan, Kecamatan,Satpol PP, Dinas Kesehatan, serta kepolisian harus menunjukkan komitmennya dalam memberantas perdagangan ilegal obat keras ini.
Tanpa langkah konkret, peredaran obat keras di Bekasi akan terus berkembang, merusak generasi muda, dan mencoreng citra Wilayah dan pemerintahan daerah serta aparat penegak hukum setempat.
Saatnya Pemerintah Kota Bekasi dan aparat hukum membuktikan bahwa mereka benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat, bukan justru melindungi kepentingan segelintir pihak yang mengambil keuntungan dari bisnis ilegal tersebut.
Penjualan bebas obat keras (Tipe G) dilarang dan diatur oleh berbagai undang-undang di Indonesia, termasuk UU Kesehatan, karena termasuk obat berbahaya yang memerlukan resep dokter. Pelanggaran dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda hingga Rp1,5 miliar bagi pengedar yang tidak memiliki izin edar, sesuai dengan Pasal 197 dan Pasal 196 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Peraturan dan Sanksi
UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009: Melarang peredaran sediaan farmasi yang tidak memiliki izin edar. Pelanggaran dapat dikenai pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp1,5 miliar.
UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023: Ancaman pidana untuk produsen dan pengedar adalah maksimal 12 tahun penjara atau denda hingga Rp5 miliar.
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999: Melindungi konsumen dari produk yang tidak memiliki izin edar, termasuk obat keras.
Dasar hukum pelarangan
Obat keras (Daftar G) termasuk obat berbahaya yang memerlukan resep dokter untuk mencegah penyalahgunaan dan efek samping.
Penjualan tanpa resep dokter melanggar izin edar dan dapat menyebabkan kecanduan atau overdosis.
Obat keras seperti Trihexyphenidil tidak dilarang peredarannya, tetapi harus memenuhi syarat-syarat ketat yang ditentukan, termasuk tidak dijual bebas.
(N.M)














